HALLOOOOO

slamat datang di Blog ku,
jgn ngebash, and happy comment!
salam: Okta

email:
i4m_cute@yahoo.com



Sabtu, 28 November 2009

[FF/On Writing/15+] Dont Say You Love Me_cast_SNSD,SJ,KARA,DBSK,Shinee,F(x)

Title = DON’T SAY YOU LOVE ME
Rating = PG 13+
Disclaimer : I Make this fun fic just for fun. Please don’t Sue me….
Nb: Ini cerita ga ada kaitannya ma kenyataan mreka yah.. karna Cuma Fiksi. wkwkwkwkwk
By: SHIN MIN YOUNG


DON’T SAY YOU LOVE ME
If you say you love me, I think you crazy!

CAST:

SNSD - Yoona
SNSD - Sunny
SNSD - Sooyoung
SHINE - Onew,Taemin,JongHyun,MinHo,Key
Super Junior - Ki Bum, Sung Min
KARA - Gyuri, Hara
DBSK - Changmin
F(x) - Krystal







DON’T SAY YOU LOVE ME
1


Yoon A POV

Kriiiiiiiiiiiiiiinggggggggggggggggggg

GUK..GUK!!!

“Huam” ngantuk sekali, rasanya susah buat bangun. Tapi Jam Beker sialan itu tetap berbunyi walau tombol onnya sudah ku geser ke off. Aish… Jangan bilang jam ini rusak lagi.

WUK…GUK!!!

BUK!
“Aaah”
Anjing betinaku, Hana, melompat ke kasurku dan mendarat tepat diperutku. Ia benar-benar memaksaku untuk bangun. Ya, Hana memang jam beker ke duaku yang paling manjur.


(Berkat kesakitan yang Hana berikan,)
Akhirnya dengan teramat-susah-payah aku berhasil bangun, walaupun belum sadar benar.
Kemudian dengan slow emotion, ku putar kepalaku untuk menengok jam kecil yang ada di samping tempat tidurku.

Jam menunjukkan pukul 07.45

Aku menguap lagi…
“Ternyata sudah jam tujuh lewat empat puluh lima toh.. Huam…”

GUK…GUK…!!!!
Satu detik berlalu, aku masih diam di tempat…
GUK…GU…GHUK!!!
Dua detik berlalu, aku memejamkan mata untuk tidur lagi…
GHUK!!!!
Tiga detik berlalu, aku langsung bangkit berdiri dari posisi tidur semula….

“APA? JAM TUJUH LEWAT EMPAT PULUH LIMA?!!!!” Mataku yang susah membuka karena masih ngantuk langsung terbelalak cepat.
Sial…. Aku tidak sempat kerja. Pasti aku langsung dimarahi. Terpaksa aku langsung berangkat sekolah.

GUK…GUK…GUK!!!

Aku berlari kearah kamar mandi dan hampir terpeleset. Ketika pintu kamar mandi tertutup, aku sudah membukanya lagi, karena masih kudengar jam beker di kamarku masih bunyi.

GUK…AUK!!!

Pantas Hana masih menggongong dari tadi. Maka langsung saja aku kembali kekamar untuk mematikan jam beker sialan itu.

Aku mengambil (lebih tepatnya merampas dengan-sangat-amat kasar) jam beker itu. Ketika aku hampir menggeser tombol ke off. Kulihat tombol sudah di posisi off. Tapi kenapa jam beker ini masih bunyi?!!!

GUK!!!
“Diam Hana! Suaramu bikin tambah aku panik saja!!”

Aik.. Aik..
Hana langsung berhenti menggonggong. Kemudian ia duduk disamping kaki ku sambil menjulurkan lidahnya yang panjang dan mengoyang-goyangkan ekornya. Kakiku kesakitan ketika sempat beberapa kali ekornya mencambuk kakiku.

Tak ada ide lain, dengan cepat jam itu ku banting. Dan tau apa hasilnya? Jam sialan itu masih berbunyi walaupun putus-putus. Aku bingung jadinya apa lagi Hana mulai menggonggong lagi. Wadoh…. Kalau jam ini bunyi terus, bisa-bisa seluruh tetangga mengira ini alarm kebakaran, alarm banjir, alarm tsunami, alarm maling dan sebagainya.

Babo….

Aku merutuki diriku sendiri. Bodohnya aku. Jam beker ini tidak akan berbunyi kalau tidak ada sumber tenaganyakan? Berarti aku harus mencabut batrenya. Tapi setelah eksperimenku berhasil (eksperimen mematikan jam beker, ha..ha..), ternyata sudah sepuluh menit berlalu. Itu artinya….


AKU CUMA PUNYA 5 MENIT UNTUK MANDI, MAKAN DAN MENGGAYUH SEPEDA KE SEKOLAH!!!!

YA AMPUN… SIALNYA DIRIKU!!!!

”AIK..AIK…”

Hana malah menyeringai lebar. Seakan dia sedang menertawaiku yang sedang berlari secepat kilat kekamar mandi.


***


“Hey!!! Bangun Yoona. Kau tidak makan? Bel istirahat sudah berbunyi”

Dari suaranya aku sudah hapal, pasti Sunny. Aduh menganggu saja. Aku sedang enak-enak tidur, tapi tiba-tiba bahuku digoncang-goncang seperti ada gempa.

“Aku masih ngantuk Sunny” ujarku memelas tanpa merubah posisi nyamanku. Aku memang sangat lapar, tapi rasa kantukku mengalahkan segalanya.

“Kau sudah telat, tidak mengerjakan PR, tidur waktu pelajaran lagi. Memang kau tadi malam tidur jam berapa?”

Aku sama sekali tidak menyahut. Mulutku lemas sekali untuk bergerak. Aku benar-benar ngantuk.

“Ah, terserah lah. Aku tidak nanggung kalau perutmu keroncongan nanti” katanya lagi.

“Ya sudah, aku nitip makanan” ucapku malas.

“Ya! Lebih baik kutinggal kau”

Sunny tega sekali padaku. Dasar sahabat yang tak menguntungkan.

“Iya, iya, aku ikut” aku bangkit dari kursiku kemudian berjalan disampingnya agak sempoyongan.

“Apa sih yang kau lakukan semalaman? Mabuk? Miras?”

“Heh! Kau pikir aku wanita apaan?” ucapku sambil mendengus.

Sunny langsung tertawa mendengar jawabanku. Apanya yang lucu sih?

“Lembur?” tanyanya lagi.

“Huah…. “ lagi-lagi aku menguap “He.eh… Badanku pegal semua”

“Jangan lupa nanti pulang sekolah kau harus bertemu Pak Lee. Kaukan telat pasti dapat banyak tugas”

Aku memandangnya dengan sebal. Dia teman apa bukan sih? Seharusnya dia membantuku lari dari hukuman Pak Lee. Atau membantuku mengerjakan tugas. Eh… malah menyuruhku datang kemulut buaya.

“Kenapa memandangku begitu?” katanya lagi dengan tatapan sinis.

“Aneyo… bukan apa-apa” kataku berbohong sambil meringis. Dia hanya menatapku aneh.

“Dasar sinting” katanya sambil berjalan mendahuluiku.

“Sunny!! Tunggu aku!!”
***
DI KANTIN

Begitu Nasi Goreng pesananku datang, dengan lahap makan lezat itu ku santap. Tak kupedulikan tatapan orang-orang yang menatapku heran. Yang penting aku kenyang. He..he…

Sunny menatapku agak jijik.Dia sama sekali tidak menyentuh Nasi Goreng yang ada didepannya.

“Kenapa kau tidak makan? Kalau tidak mau buatku saja.” ucapku dengan mulut penuh.

“Dasar rakus. Kau benar-benar tidak makan tadi pagi rupanya.” kata Sunny sambil menyerahkan piringnya. “Ya sudah habiskan juga punyaku”

“Gomawo Sunny. Kau tambah imut kalau baik padaku seperti ini” pujiku dengan senyum menyeringai yang mengerikan.

Duk…

Tiba-tiba ada yang mendorong kursiku kedepan. Otomatis aku langsung tersedak dan terbatuk-batuk tidak karuan. Sunny langsung menyodorkan es jerukku yang diatas meja. Mukaku merah dan keringatan. Sial!

Aku celingukan mencari sosok yang kurang ajar tadi. (Bahkan dia sama sekali tidak minta maaf)

“Sunny, siapa tadi yang mendorong kursiku?” tanyaku pada Sunny yang ada di depanku.

“Orangnya sudah pergi. Ya sudah lah. Untungnya kau hanya tersedak, bukan mati” katanya sepele, kemudian menyedot jus tomatnya.
“Ya! Kau teman apa bukan ha?” ucapku sebal padanya.
“Lebih baik aku tidak membiarkanmu balas dendam padanya dari pada kau cari gara-gara” katanya lagi.
“Maksudmu?” tanyaku heran.
“Bagaimanapun jugakan, kau dalam masa hukuman Pak Lee”

Sial, jangan sampai aku dipanggil Pak Lee lagi gara-gara ini. Tapi aku sebal sekali sama orang yang mendorong kursiku. Awas saja kalau sampai aku tahu orangnya.

“Malah ngelamun, cepat habiskan sisa-sisa makananmu itu. Atau kutinggal kau ke kelas”

Ku pandang sisa makananku diatas meja.

Ah, tidak nafsu makan lagi. Rasanya jadi eneg.

“Ya sudah ayo ke kelas” kataku sambil menarik tangan Sunny kembali ke kelas.
“Dasar orang aneh” gumam Sunny pelan di telingaku.
***

PULANG SEKOLAH….

“Aduh, bagaimana ini? Aku pasti dimarahi habis-habisan oleh Pak Lee yang galak abis itu..” keluhku pada Sunny yang malah tidak merespon sama sekali.

Otakku berpikir keras.
Apa aku kabur saja ya? Waduh, tambah masalah itu namanya.
Gimana kalau aku pura-pura sakit? Tambah ketahuan, Pak Lee kan pembimbing PMR. Otomatis dia tahu lah kalo aku boong.
Mmmmh……. AKU KEHILANGAN AKAL….(bukan kehilangan akal sehat lho… aku masih waras..)

“Yoon A, kau sudah di tunggu Pak Lee” kata Sunny tepat ditelingaku, membuat aku terlonjak kaget.

Sunny menunjuk arah jam satu, tepat disamping pintu gerbang sekolah.



Disana berdiri laki-laki tua misterius, dan terlihat gusar sambil mengecek jam tangannya berkali-kali. Cowok itu adalah paparazzi yang ngefans denganku.. Ha..ha.. bercanda (Masa ada paparazzi ngefans sama aku?),
Laki-laki itu adalah sebuah masalah yang sedang aku hadapi saat ini. Ya siapa lagi? Pak Lee lah…

“Aku harus bagaimana nih?” tanyaku gugup ke Sunny. Sunny terdiam, terlihat keras berpikir. Hah, ternyata Sunny perhatian juga, tidak secuek yang kukenal.
“Mending kau menemui Pak Lee saja. Kalau kau dimarahi…” Sunny berpikir lagi.
Aish… dia memang teman yang baik…
“Kalau aku dimarahi?”
Sunny memandangku serius.

“Kalau kau dimarahi…
Sunny pasti akan membelaku. PASTI!!!

”…ya tentu saja kau gantian memarahi Pak Lee”

Aku terdiam….

Kutarik kata-kataku mengenai Sunny adalah teman yang baik dan perhatian. Dia lebih tepat sebagai mesin pembunuh teman.

“Sunny Babo!” teriakku sambil menggetok-getok kepalanya.

“Yoon Ah!!” aku menengok, teriakkanku terdengar oleh Pak Lee. Gara-gara aku berteriak ke Sunny, Pak Lee jadi tahu aku disini. Dan parahnya lagi, Pak Lee sedang berjalan cepat ke tempat aku dan Sunny berdiri. Ya Tuhan cobaan apa lagi ini?
***
setelah habis-habisan dimarahin Pak lee

[Author POV]
Happy Café

“Maaf Onnie, aku tadi pagi tidak sempat kesini. Aku minta maaf” ucapku sambil menunduk takut.
“Kau gila hah? Niat tidak sih kau? Untung saja, aku tau kau masih sekolah, kalau tidak“
“Sudahlah Soo Young, maafkan saja dia. Kasihankan? Lagi pula Bu pimpinan juga pasti maklum.” bela Chang Min sang pembuat roti tenang. Aku benar-benar berterimakasih padanya.
“Tentu saja Bibi Kim maklum. Diakan anak kesayangan Bibi Kim” kata Gyu Ri sinis. Well, sebenarnya, aku bukan anak kandung ataupun anak kesayangan, bibi Kim hanya ‘menganggapku’ seperti anaknya sendiri saja.

Dan tentang Park Gyu Ri.
Park Gyu Ri, Waitress satu ini emang kayaknya sebel banget sama aku. Padahal sesama waitress harusnya saling mendukung. Memang sih aku sangat diperhatikan oleh Bibi Kim. Beliau selalu memujiku karena masih bisa melanjutkan sekolah padahal sebatang kara. Ternyata masih ada orang sebaik dia.

“Ya, sudah, cepat ganti bajumu dan mulailah bekerja, banyak pelanggan datang” kata Soo Young onnie tenang. Dia sebenarnya baik dan tidak suka marah-marah. Tapi bagaimanapun dia menejer yang harus bertindak tegas di café ini.
“Baiklah onnie” aku tersenyum kemudian meninggalkan mereka ke ruang ganti.

Ini hari yang melelahkan. Setelah bekerja, aku harus menyelesaikan tugas yang diberi Pak Lee. Coba kau bayangkan, aku harus menyelesaikan 100 soal, dan harus kukumpulkan besok. Menyebalkan.
***
[Yoona POV]
Aku memandang jam dinding café di ruang pegawai. Sudah jam sepuluh, dan aku baru menyelesaikan soal fisikanya sebagian. Kenapa soalnya rumit ruyam kayak gini sih? Benar-benar Pak Lee itu, kejam sekali.

“Huahhh” mana aku ngantuk. Aku mengucek mataku tapi tak berhasil menggugah rasa kantukku. Sampai kuputuskan, tidur sebentar, setelah itu aku akan pulang.
***
AUTHOR POV

Sosok laki-laki membuka pintu café.
“Lho, tuan, sudah malam ngapain kesini? Cafenya sudah tutup” kata Gyu Ri ramah.
“Ah, jangan panggil aku tuan, akukan lebih muda darimu” kata laki-laki tadi dengan muka innocent.
“Tapi bagaimanapun juga tuan ini tetap atasanku”
“Tak apa, bukankah aku tetap memanggilmu Nuna walaupun kau bawahanku?”
Gyu Ri tertawa kecil.
“Kau benar, o ya, ada apa? Tidak seperti biasanya kesini?”
“Maaf, nuna, aku disuruh omma kesini untuk memeriksa keadaan café dan melihat laporan keuangan. Tapi kalau nuna mau duluan tak apa. nanti aku yang kunci cafenya, aku juga bawa kunci cadangan”
“Baiklah, tapi jangan pulang terlalu malam, bukankah besok sekolah?” Tanya Gyu Ri sambil merapikan isi tasnya.
Laki-laki itu mengangguk kemudian tersenyum, Gyu Ri jadi berdebar-debar karenanya.
“Oh, iya, jangan lupa tengok di ruang pegawai. Ada satu pegawai yang malah ketiduran disana. Bangunkan saja dia, bila perlu siram dengan air.” Kata Gyu Ri sebal. “Ya sudah, aku duluan” katanya kemudian meninggalkan Laki-laki itu yang terheran heran.

Pria tadi berjalan pelan ke ruang pegawai dan didapatinya seorang gadis sedang tertidur dengan tangannya terlipat diatas meja, dan menjadikan itu bantalnya.
‘mukanya imut sekali’ gumamnya dalam hati. Dia melihat dan mengambil selembar kertas yang dari tadi di genggam gadis itu.
“Ooh, soal fisika” katanya. Tiba-tiba ia tersenyum, seperti mendapatkan akal cemerlang.
***
YOON A POV
Tit…Drrrttt…Tit…Drrrrrt
Aku terbangun. Hpku berbunyi dan bergetar. Ku tengok, ternyata bunyi alarm yang menunjukkan pukul setengah sebelas malam.

EEh? Siapa ya yang memasang alrm Hpku?

Dan, bukannya Hpku berada di dalam tas?

Ku tengok Tas sekolahku yang ada di sampingku.

Aneh, pikirku.

Aku menguap.

Berusaha membuka mataku.

Ku tatap kertas soal fisika dihadapanku. Mukaku langsung panik. Aku lupa kalau aku belum selesai.

Kupelototi soal fisikaku, ada yang aneh. Bukankah aku tadi baru sampai soal nomor 50? Kenapa tiba-tiba sudah ku kerjakan semua? Dan terlihat dari tulisannya, itu bukan tulisanku walaupun memang agak mirip. Hanya perbedaan huruf ‘S’. Kalau huruf ‘S’ku sangat kasar, sedangkan huruf ‘S’ yang lain terlihat lebih rapi.

Ini bercanda.

Siapa yang baik sekali sampai seperti ini kepadaku?

Tuhan begitu khawatirkah? Sehingga dikirimnya malaikat kepadaku?

Atau setankah yang mengerjakan ini semua?

Atau jangan-jangan… Gyu Ri yang sinis itu?

AH, mana mungkin dia sudi membantuku?

Lalu siapa?


Aku mengalihkan perhatianku ke kunci di atas meja, dibawahnya terselip secarik kertas.

Aku mengambil kunci itu, lalu membaca kertas yang dibawahnya.

Kalau sudah bangun, pulang dan tidurlah dirumah. Jangan lupa kunci café, jangan sampai kuncinya hilang.
Lain kali jangan pulang terlalu larut, tidak baik seorang gadis pulang malam-malam sendirian.


Eeh? Tidak ada nama penulisnya. Kira-kira siapa ya? Apa ku tanyakan saja pada Gyu Ri? Diakan yang bertugas lembur hari ini? Tapi ini sudah lewat jam sepuluh, dia pasti sudah pulang. Ya sudah lah, lagi pula aku sudah sangat capek. Aku ingin pulang.
Bersambung…

Yuhu… selesai chapter one… mohon comentnya….
Maaf kalo masih aneh di chap satu… namanya juga chap 1, mungkin nanti di chap 2 akan lebih jelas…





Cuplikan chapter 2:
“Jadi kau sudah sering melakukan berulang-ulang dengannya?!” sahut cewek berambut pendek disamping cewek berkucir dua dengan muka terkejut.
Ha?! Oh tunggu jangan berpikiran macam-macam.
“A-a-ni, kalian salah mengerti. Kami tidak melakukan apa-apa__”
“Jangan berkelit! Ini buktinya!” Tunjuk cewek lain dengan sebal.



Ok, aku sadar sekarang.

Pertama, aku hanya berlilitkan handuk dengan rambut acak acakan, begitu juga dengan cowok mesum ini. Rambutnya acak-acakan dan dia hanya memakai celana panjang SMAnya.
Kedua, Cowok mesum kurang ajar itu, punya hampir diseluruh tubuhnya ada bekas cakaran-cakaran yang ku buat agar dia menderita, tapi malah menambah bukti bahwa aku telah melakukan ‘sesuatu’ dengannya.
Tiga, Kami keluar dari rumah dengan muka merah dan dilihat banyak orang.
Empat, berakhirlah hidupku jika mereka menyebarkannya besok disekolah.




JUDUL FF

EPISODE

15+

DON’T SAY YOU LOVE ME



CAST:


SNSD - Yoona
SNSD - Sunny
SNSD - Sooyoung
SHINE - Onew,Taemin,JongHyun,MinHo,Key
Super Junior - Ki Bum, Sung Min
KARA - Gyuri, Hara
DBSK - Changmin
F(x) - Krystal



16+

HAPPY ENDING

Cast :
SHINee – Choi Min Ho
F(x) – Krystal a.k.a Jung Soo Jung
SNSD – Jessica a.k.a Jung Soo Yeon (Krystal’s sister)
F(x) – Choi Sulli a.k.a Kim Yoo Jin
4MINUTE – Kwon Soh Hyun
SHINee – Key a.k.a Kim Ki Bum
KARA – Kang Ji Young a.k.a Kim Ji Young (Key’s sister)
F(x) – Victoria Song a.k.a Choi Hyo Min (Min Ho’s sister)

[FF/On Writing/16+] Happy Ending_cast_MinHo(SHINee),Krystal(F(x))

Cast :
SHINee – Choi Min Ho
F(x) – Krystal a.k.a Jung Soo Jung
SNSD – Jessica a.k.a Jung Soo Yeon (Krystal’s sister)
F(x) – Choi Sulli a.k.a Kim Yoo Jin
4MINUTE – Kwon Soh Hyun
SHINee – Key a.k.a Kim Ki Bum
KARA – Kang Ji Young a.k.a Kim Ji Young (Key’s sister)
F(x) – Victoria Song a.k.a Choi Hyo Min (Min Ho’s sister)


Disclaimer : Sebenernya ini tugas sekolah. Tapi karena udah gw kumpulin dan iseng [ak kn organ iseng! wkwkwk] jdlah ku post disini, dgn sedikit perubahan cast dan pembetulan adegan sana-sini. I make it just for fun, please don't kill me ^^ [tdnya cm bwt 10+]




Happy Ending
By: Dewi Oktaviani a.k.a LovelySuju4ever a.k.a Shin Min Young


PART 1


“Hal yang paling menyenangkan adalah,
melakukan apa yang kita suka bersama orang-orang yang kita sayangi”


***
Badai salju yang menyelimuti Seoul tadi malam, membekaskan warna torehan putih polos di setiap sudut kota. Salju kira-kira setebal 6 senti ini membuat banyak penduduk harus bangun pagi dan membersihkan jalan agar bisa dilewati.
Lingkungan rumah sakit yang biasanya sepi, justru diramaikan tawa anak-anak kecil. Dengan kompaknya, mereka membuat boneka salju dan tertawa bersama. Sesosok perempuan, melihat itu semua dari balik jendela dan ikut tersenyum. Pemandangan yang sangat jarang setelah 5 hari berada di Rumah Sakit pada musim salju.
Kreeek
Pintu terbuka pelan, terlihat seorang wanita dewasa memasuki ruangan itu.
“Soo Jung, kau sudah siap?” tanya wanita itu dengan lembut. Soo Jung menoleh ke arah suara.
“Soo Yeon onnie?”
“Pakai syalmu, diluar dingin sekali”
Soo Jung tersenyum melihat tingkah kakak perempuannya yang mengusap-usap tangan berulang kali.
“Mungkin kau mau sakit, makanya dingin” ujar Soo Jung, lalu berbalik menghadap jendela lagi.
Soo Yeon tersenyum.
“Rumah sakit telah membuatmu lebih ceria ternyata”
“Tidak, justru aku ingin cepat pulang” sebal Soo Jung lalu dengan kedua pipinya yang menggembung.
“Ya sudah lah, aku bantu bawakan barang-barangmu” ucap Soo Yeon sambil menarik koper adiknya pelan bermaksud mengakhiri pembicaraan.
“Onnie” panggil Soo Jung lirih tanpa menatap kakaknya. Soo Yeon terdiam, kemudian memandang adiknya lekat-lekat.
“Ayah, tidak datang lagi?” Tanya Soo Jung pelan.
Soo Yeon tercengang, bingung akan menjawab apa. Hanya sebuah pertanyaan. Tapi itu benar-benar pertanyaan yang membingungkan.
“Kak”
Soo Yeon mendongak, seperti terbangun dari pikiran-pikiran yang bergulat dalam benaknya.
“Jadi, ayah tidak datang?” tanya Soo Jung memastikan.
Soo Yeon menggeleng pelan.
“Tidak”
Saat itu juga Soo Jung mulai tersenyum. Senyum yang sama setiap kali dia merasa bersedih. Senyum yang menunjukkan dia mampu bergembira lagi. Senyuman yang sesungguhnya sangat indah, tapi rasanya begitu menyakitkan bagi Soo Yeon, melihat senyum Soo Jung dibalik semua rasa pedih adiknya.
“Baiklah kalau begitu.” ujar Soo Jung sangat bersemangat “Ayo, kita pulang!”
Soo Jung langsung menggandeng tangan kakaknya pergi keluar ruangan. Seakan-akan, dia sudah melupakan semua kesedihannya.
“Kenapa kau begitu kuat Soo Jung?” gumam Soo Yeon dalam hati.

“Waktunya tidak lama. Mungkin hanya dua minggu”

DEG…
Jantung Soo Yeon seakan berhenti mendadak. Dadanya sesak. Matanya panas, memaksakan agar air mata itu tidak keluar.

“Hanya dua minggu? Secepat itukah?”

***

Duk… Duk…

Hentaman-hentaman bola basket memenuhi ruangan lapangan basket. Anak-anak laki-laki kelas tiga menggunakan jam istirahat untuk bermain basket seperti biasanya. Teriakan dan dencit suara sepatu mereka berpadu seperti irama melodi. Murid-murid perempuan duduk di barisan penonton, ada yang sedang asyik ngobrol, atupun menyaksikan dengan teliti permainan ini.

“Oper!”
Ciitt…
Duk.. Duk..
Ciit…

“Choi Min Ho!” sebuah teriakan keras dari arah timur, membuat permainan basket terhenti. Ternyata itu teriakan seorang guru wanita, Bu Kim, guru musik sekolah. Ruangan yang tadinya ramai menjadi hening, mereka semua justru terfokus pada sosok laki-laki yang sedang bersiap-siap memasukkan bola ke ring, Choi Min Ho.
“Min Ho, hentikan itu sekarang juga! Kemari!” teriak Bu Kim lagi.
Min Ho menyeka keringatnya, kemudian melempar bola basket asal-asalan dan mendekati guru itu.
“Ikut aku” tegas guru wanita itu sambil memperbaiki letak kaca matanya.


“Sudah berapa kali aku bilang kepadamu?!” seru Bu Kim, dengan menggebu-gebu. “Hal yang paling berharga bagi seorang musisi adalah tangan. Jangan buat aku marah lagi Choi Min Ho! Ini terakhir kalinya kau melakukan hal-hal yang bisa membahayakan tanganmu!”
Min Ho hanya menunduk, tidak menggangguk atupun menolak teguran keras itu. Dalam hatinya penuh dengan rasa sesal yang tidak tertahankan. Tapi, itulah sifat Min Ho, tatapannya tak berubah. Dingin seperti biasanya.
“Kedua orang tuamu telah menitipkanmu kepadaku! Jangan sampai pertunjukan perdanamu rusak hanya gara-gara tingkahmu yang ceroboh itu!”
Min Ho mendengus pelan, orang tuanya memang ingin dia bisa menjadi seorang pianis. Dari umur sepuluh tahun dia mempersiapkan diri. Latihan keras dan banyak membuang waktu untuk satu hari tebesar dalam hidupnya. Pada akhir minggu ini, dia ditunjuk untuk memainkan piano perdananya sendiri. Dimana semua orang bisa melihat hasil kerja kerasnya.
“Sekarang kembali ke kelasmu!” perintah Bu Kim tegas, raut mukanya terlihat capek menghadapi tingkah Min Ho yang tak acuh. Min Ho membungkuk sekilas, lalu keluar dari ruang guru diikuti tatapan dan bisikan beberapa guru-guru yang sedari tadi memperhatikan.

***

Yoo Jin [*Choi Sulli F(x)] mendongak, matanya menelusuri halaman sekolah. Terlihat anak-anak berlarian memasuki gerbang sekolah, 5 menit lagi gerbang akan di tutup. Tapi sosok yang ia cari, tidak muncul-muncul juga. Yang ada justru salju-salju putih yang kerap kali membuat matanya silau.
“Seharusnya hari ini dia datang” gumam Yoo Jin dengan kekecewaan yang terpatri diwajahnya.
“Kim Yoo Jin!” teriakan sebuah suara yang tidak asing. Suara yang ia rindukan. Ia menoleh ke pintu gerbang, begitu menemukan orang yang sedari tadi ditunggunya, ia pun terenyum.
“Soo Jung?” gumam Yoo Jin tidak percaya melihat sahabatnya berdiri didepannya. Segera Yoo Jin memeluk Soo Jung, melepaskan rindu yang tidak tertahankan. “Akhirnya kau bisa kembali lagi” kata Yoo Jin gembira. “Ayo kuantar ke kelas, teman-teman sudah merindukanmu” ajaknya Yoo Jin sambil membenarkan syalnya.



“Teman-teman!” teriak Yoo Jin mengagetkan murid-murid sekelas “Lihat siapa yang datang!”
Yoo Jin menarik Soo Jung masuk.
“Hai, aku kembali lagi”
“Soo Jung?”
Soo Jung tersenyum, senyumnya yang khas.
Teman-teman yang melihat senyum itu lalu ikut tersenyum, dan menyapa Soo Jung ramah.
“Ya! Biarkan Soo Jung duduk dulu dong” pinta Yoo Jin kasihan melihat muka pucat sahabatnya.
“Kau tau, nilaiku turun gara-gara tidak ada kau.”
“Pasti bosankan di rumah sakit?”
“Akhirnya, kamu kira kau akan kembali Senin depan.”
“Pelanggan-pelanggan buburku mrindukan kau tau. Ke ke ke.”
Yoo Jin tertawa kecil melihat tingkah teman-temannya, seperti tidak pernah melihat orang yang baru keluar rumah sakit saja.
Tapi, tawa Yoo Jin lagsung memudar melihat tubuh mungil Soh Hyun yang tidak menggubris Soo Jung sama sekali.
“Soh Hyun, kau tidak ingin menyapa Soo Jung?” Tanya Yoo Jin yang heran melihat Soh Hyun yang memilih tetap berkutik dengan bukunya daripada memperhatikan Soo Jung. Paling tidak, dia bisa memberikan sedikit senyumnyakan?
“Pentingkah?” katanya sinis tanpa memandang sedikitpun.
“Tapi__” kata Yoo Jin ingin mulai bicara lagi, agak sebal dengan tingkah Soh Hyun itu.
“Sudahlah Yoo Jin” sela Soo Jung berbisik tepat di telinga Yoo Jin.
“Kenapa Soh Hyun begitu sinis kepadamu Soo Jung?” tanya Yoo Jin pelan.
“Entahlah” jawab Soo Jung dengan tenang. Tapi pikirannya tidak lepas tentang Soh Hyun.
Kenapa kau membenciku Soh Hyun?
***

Jam sekolah sudah menunjukkan pukul 4 sore. Satu jam yang lalu, sekolah masih ramai oleh murid-murid yang mengkuti ekstrakulikuler atupun pelajaran tambahan di sekolah. Tapi sekarang sungguh sepi.
Dari arah ruang musik suara dentingan piano menggema dilorong-lorong sekolah dan memecah keheningan sore itu. Ternyata sedari tadi Min Ho telah berlatih nada yang sama berulang kali. Keringatnya bercucuran tak menentu, tangannyapun sampai gemetar karena lelah.

“Aaarghhh”
BRUK…
Tiba-tiba ia ambruk diatas piano putih itu.
“Aku benar-benar tidak bisa memainkan bagian itu.” Gumamnya “Apa aku menyerah saja? Gagalkan permainan piano perdanaku?” Min Ho memejamkan matanya sejenak.
Teng…
Dentingan suara piano membuat mata Min Ho terbuka karena kaget.

“Kau, kenapa menghentikan permainanmu?” tanya sosok perempuan dari belakang Min Ho. Min Ho terbangun dan menoleh.
“Siapa kau?” tanya Min Ho heran.
“Jung Soo Jung” kata Soo Jung ceria sambil mengulurkan tangannya, “Dan kau?”
“Kau tidak dengar ya? Aku tanya ‘siapa kau’, bukan namamu” ucap Min Ho dingin.
Soo Jung, tak menjawab, ia terdiam sebentar, kemudian duduk disamping Min Ho, dan tanpa aba-aba, dia memainkan sebuah lagu.

“Twinkle twinkle little star
Shining beautifully
Even in the East sky
Even in the West sky
Twinkle twinkle little star
Shining beautifully
Beautifully…”

“Siapa kau?” tanya Min Ho benar-benar merasa terusik. Bukannya menjawab, Yoo Jin justru balik bertanya.
“Kau bilang tadi mau menyerah yah? Kau ada permainan piano perdana? Hebat!”
“Sebenarnya, sejak kapan kau berada disana?” tanya Min Ho agak terkejut mengetahui Soo Jung mendengar gumaman-gumamannya sendiri. Dia benar-benar tidak suka percakapan basa-basi.
“Ehmm… 2 jam yang lalu” jawab Soo Jung. “Aku sedang membaca buku di pojok sana, dan kau tiba-tiba masuk, lalu memainkan piano tanpa melihatku. Kau benar-benar tidak menyadarinya.”
“Terserah lah” ucap Min Ho mulai frustasi, lalu dia menjentikkan jari-jarinya bermaksud untuk memulai bermain piano lagi.
“Kalau boleh, aku ingin memberimu saran” ucap Soo Jung sambil mengambil tasnya di pojok. “Permainanmu bagus. Tapi sayang, kau tidak memainkannya dengan hati. Dan selama ini, kau hanya bisa meniru tanpa bisa jadi dirimu sendiri.”
Min Ho terdiam, jadi diri sendiri? Dengan hati? Meniru?
“Apa maksud__” Min Ho menoleh kebelakang, tapi Soo Jung sudah tidak ada disana.

“Permainanmu bagus. Tapi sayang, kau tidak memainkannya dengan hati. Dan selama ini, kau hanya bisa meniru tanpa bisa jadi dirimu sendiri.”

“Aku tidak mengerti” ujar Min Ho benar-benar merasa sebal lalu mengacak-acak kepalanya yang tidak terasa gatal. “Bodoh”
***

Kamar mewah itu terlihat sedikit terang. Yang menyinari hanyalah lampu tidur redup dan sinar bulan yang menawan karena salju tidak turun malam itu.
Soo Jung berdiri menatap keluar jendela. Tidak mengamati apapun, dan tidak melamunkan apapun. Diotaknya hanya ada kata ‘menunggu’. Ia menunggu mobil hitam mengkilat yang biasanya masuk ke halaman besar. Itu mobil Ayahnya. Ya, dia sedang menunggu Ayahnya pulang kerja. Dan entah sudah berapa ribu kali ia melakukan hal yang sama tiap malam.
Sebuah suara membuat Soo Jung tersentak.
“Apa mobil Ayah?” pikirnya bahagia.
Tidak, dia salah terka. Itu mobil penjaga yang khusus untuk berpratoli di sekitar rumah. Soo Jung menunduk seperti merenungkan sesuatu, kemudian menoleh pelan menatap jam dinding di kamarnya. Jam menunjukkan pukul 12 malam. Ia menghela napas membuat kepulan asap kecil yang mengembun di kaca jendela.
“Benar-benar tidak pulang?” gumamnya pelan.

“Karena kau! Ini semua karena kau lahir!”

Suara itu menggema lagi di kepalanya.

“Kau pembunuh”

Soo Jung menutup telinganya, berusaha tidak mendengar suara-suara itu lagi tapi tidak bisa. Ia tetap mengingatnya dengan jelas. Kepingan-kepingan kejadian yang membuat batinnya sesak.

“Kelahiranmu tidak pernah diharapkan!”

Soo Jung tidak kuat lagi, ia mulai menitikkan air mata. Walau ia berusaha menghapusnya, tapi air matanya justru mengalir lebih deras.

“Anak pembawa sial!”

“Tidak” kata Soo Jung pada dirinya sendiri. “Aku harus bisa menerimanya. Tidak ada gunanya aku menangis, itu tidak akan merubah semuanya”

“Istriku meninggal karena melahirkan kau!”

DEG…

“Akkhhh” Soo Jung berteriak tiba-tiba sambil meremat kepalanya.
“Aaaaaaaaaaaakkkkkkkkhhhhh!!!” teriaknya lagi terlihat begitu tersiksa.

Pintu kamarnya menjeblak terbuka.

“Soo Jung!!” teriak Soo Yeon ketakutan, kemudian menitih Soo Jung ke tempat tidur dibantu tiga pembantu wanita yang terlihat khawatir.
“Sakiiiiiittttttt!!!”
Teriakan Soo Jung tambah histeris. Dia memukul-mukul bantal dan menjambak-jambak rambutnya.
“Kuat, kau bisa melewatinya” jerit Soo Yeon. “Kau bisa! Kau bisa!” Soo Yeon menahan tangan Soo Jung agar berhenti menyiksa diri sendiri.
“Aaakhhhhhhhh!!!!!”
Tangis Soo Yeon tak tertahan lagi.
“Kau harus kuat Soo Jung. Aku tau kau bisa melewati ini semua”

***

Min Ho menatap piano di depannya. Sudah lewat tengah malam, tapi dia tidak pernah beranjak dari tempat duduknya. Dlihatnya kertas bertuliskan note-note yang seharusnya ia mainkan dengan lancar untuk pertunjukan perdana. Tapi yang ada, ia tidak bisa memainkannya dengan utuh. Jarinya seakan bergerak diluar kendalinya.

“Permainanmu bagus. Tapi sayang, kau tidak memainkannya dengan hati. Dan selama ini, kau hanya bisa meniru tanpa bisa jadi dirimu sendiri.”

“Aku tidak mengerti” gumam Min Ho.

“Twinkle twinkle little star
Shining beautifully”

Min Ho tersenyum ketika mengingat sebuah lagu.
“Lagu anak-anak” gumam Min Ho lagi agak meremehkan.

Namun, jarinya menari, mengikuti apa yang ada di pikirannya. Setiap dentingan, melody, nada, berbaur jadi satu. Tanpa sadar, Min Ho memainkan lagu itu juga.

“Twinkle twinkle little star
Shining beautifully
Even in the East sky
Even in the West sky
Twinkle twinkle little star
Shining beautifully”

Min Ho mengakhiri denting terakhir dengan hela nafas yang cukup panjang, serasa dia telah berkelana jauh kedalam angan-angan.
“Cukup menyenangkan” gumamnya singkat kemudian berlatih sekali lagi note-note didepannya.

***

bersambung.......
gimana?
commentnya ditunggu!!!!

Pengikut